Aku merasa apa yang kita rasa bahagia itu bukan seperti memetik buah dari pohon Aku yang menanam benihnya, kamu yang menyediakan matahari dan tanahnya Lalu kita menunggu dan menuai apa yang telah ditanam Atau mungkin menunggunya jatuh Aku merasa bahagia yang kita rasa seperti berlian Sama-sama ditempa oleh tekanan magma dari sebuah bumi yang bernama 'beda' Membuat kita sama-sama mengabukan ego-ego anorganik Merubah kita menjadi inti grafit murni yang menghitam Yang dengan sabar warna tersebut luntur, pudar, bahkan tak ada lagi Yang ada hanya kilauan jernih Tidakkah semua proses itu menyakitkan? Lantas kita mendapat sebongkah berlian Yang kuat dan tidak membusuk
Monthly Archives: May 2012
replika bahagia
Dormansi kreasi
Sudah lama saya tidak menulis. Entah di blog, di buku, di notes handphone, bahkan di gua bawah sadar. Lebih tepatnya saya malas menulis. Kalau diperuncing lagi sebenarnya saya malas berpikir dan mengembangkan pikiran saya menjadi sebuah tulisan. Kenapa? karena pikiran saya sudah lama saya biarkan kosong. Kosong dengan inspirasi, ide, wangsit – whatever , yang betul-betul membuat saya ingin menulis. Lantas kenapa saya biarkan pikiran saya kosong?
Sebetulnya saya tidak sekosong itu. Hanya saja porsi berpikir kreatif saya memang sangat berkurang drastis. Saya tidak mencari kausal yang akan saya jadikan kambing hitam, tidak perlu itu. Karena pada dasarnya kemalasan saya lah yang menjadi penyebab utamanya. Sesungguhnya ini gawat. Membiarkan pikiran kita malas untuk berpikir itu gawat menurut saya. Apa jadinya diri kita jika pikiran kita, yang kita klaim mempunyai kebebasan sebagai hak asasi yang hakiki dari seorang manusia, tidak bisa melentur dan beradaptasi dengan semesta melalui kreasi? Tidakkah membuat pemikiran kita tidak jauh dengan artificial intelligent yang manut terhadap kode ataupun perintah saja. Membuat kita kaku bahkan hingga ke alam bawah sadar. Saya yakin jika sudah tidak ada lagi proses berpikir kreatif dalam pikiran, manusia selanjutnya akan berada di tingkatan terbawah dari piramida kapitalisme. Dimana manusia dianggap sebagai segumpal materi serba bisa yang mengerjakan perintah and pemuas keinginan.
Hal termudah yang bisa menginisiasi saya supaya sel-sel otak ini terpacu untuk berkreasi adalah dengan membaca. Metode klasik penyerapan ilmu pengetahuan itu bisa mengisi teko pikiran saya untuk kemudian saya bisa menuangkan cairan isinya berupa tulisan. Dua hal yang saya gemari yang menjadi dasar kreativitas. Kali ini saya memulainya dengan membaca seri pertama Supernova nya Dee, Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh, serta seri terbarunya Partikel. Saya menemukan diri saya kembali yang telah lama dorman akibat rutinitas linear saya selama ini. Saya merasa mengisi kembali teko pikiran saya dengan ide, diksi, dan semangat untuk menulis lagi. Inilah benuk rekreeasi pikiran bagi saya. Entah karena saking apiknya Dee menulis cerita hingga saya merasa terinspirasi, atau karena saya yang baru mau bangun tidur dan teringat kembali akan kegemaran saya ini.
Manapun itu, saya rasa kreasi itu memang hanya bisa diwujudkan karena adanya proses berpikir kreatif. Untuk selalu bisa berpikir kreatif seyogyanya kita selalu memperkaya diri kita dengan sesuatu yang membantu proses kreatif tersebut, yang bagi saya itu adalah membaca. Menurut saya proses kreatif tersebut hanya bisa didapati jika kita memerdekakan pikiran kita dan bersinkronisasi. Sinkronisasi yang saya maksud bukan hanya antara jiwa raga, tapi sinkronisasi dengan semesta. Seharusnya tidak ada lagi bantahan kemalasan yang mendera jika kita paham apa yang alam telah sediakan dan bantu untuk kita untuk selalu berevolusi dan berkreasi tanpa menghakimi.
Semoga saya tidak perlu lagi mengulang menjadi manusia bodoh dan merugi hanya karna dormansi kreasi.
Dan semoga niatan baik saya dan kita selalu bisa bersinkronisasi dengan semesta. Amin.